Evaluasi Kinerja dan Manajer SDM Profesional





Evaluasi Kinerja dan
Manajer SDM Profesional

  1. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM :
Setelah selesai mempelajari modul perencanaan SDM yang keempatbelas ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang Evaluasi kinerja dan Manajer SDM profesional.dengan baik dan benar.

  1. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS :
Setelah selesai mempelajari modul SDM yang keempatbelas ini mahasiswa dapat :
  1. menjelaskan Pendekatan evaluasi kinerja dengan manajemen kinerja dengan baik dan benar
  2. menjelaskan Ciri manajer SDM profesional dengan baik dan benar

  1. MATERI POKOK :
  1. Pendekatan Evaluasi kinerja dengan manajemen kinerja
  2. Ciri Manajer SDM profesional

  1. DISKRIPSI SINGKAT
Modul Perencanaan SDM yang keempatbelas ini meliputi penjelasan tentang, Pendekatan Evaluasi kinerja dengan manajemen kinerja, Ciri Manajer SDM profesional dengan baik dan benar.





14. EVALUASI KINERJA DAN MANAJER SDM PROFESIONAL

14.1. PENDEKATAN EVALUASI KINERJA DENGAN MANAJEMEN KINERJA

14.1.1. EVALUASI KINERJA

Kinerja SDM merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja karyawan yang dikemukakan Bambang Kusriyanto (1991: 3) adalah: "perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per jam)".

Faustino Cardosa Gomes (1995: 195) mengemukakan definisi kinerja karyawan sebagai: "Ungkapan seperti ouput, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas". Selanjutnya, definisi kinerja karyawan menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2000: 67) bahwa "Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya". Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Leon C. Mengginson (1981: 310 ) dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2000: 69) adalah sebagai berikut: "Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya". Selanjutnya Andrew E. Sikula (1981: 2005) yang dikutif A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2000: 69 ) mengemukakan bahwa "penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang)".

Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.

Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Agus Sunyoto (1999: 1) adalah:
  1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
  2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
  3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.
  4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
  5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.

Kegunaan penilaian prestasi kerja (kinerja) karyawan adalah:
  1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa.
  2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya.
  3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan.
  4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan.
  5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada di dalam organisasi.
  6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai performance yang baik.
  7. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.
  8. Sebagai kriteria menentukan, seleksi dan penempatan karyawan.
  9. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan.
  10. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job description).

Sasaran-sasaran dan evaluasi kinerja karyawan yang dikemukakan Agus Sunyoto (1999: 1) sebagai berikut:
  1. Membuat analisis kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan periodik, baik kinerja karyawan maupun kinerja organisasi.
  2. Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para karyawan melalui audit keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Atas dasar evaluasi kebutuhan pelatihan itu dapat menyelenggarakan program pelatihan dengan tepat.
  3. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk periode selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh karyawan, mutu dan baku yang harus dicapai, sarana dan prasarana yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
  4. Menemukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan kalau mendasarkan hasil diskusi antara karyawan dengan pimpinanya itu untuk menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan sistem promosi lainnya, seperti imbalan (yaitu reward system recommendation).

Evaluasi kinerja merupakan sarana untuk memperbaiki mereka yang tidak melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya dalam bidangnya. Untuk itu sangat tergantung dari para pelaksanaannya, yaitu para karyawannya agar mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam corporate planningnya. Untuk itu pula, perhatian hendaknya ditujukan kepada kinerja, suatu konsepsi atau wawasan bagaimana kita bekerja agar mencapai yang terbaik. Hal ini berarti bahwa kita harus dapat memimpin orang-orang dalam melaksanakan kegiatan dan membina mereka sama pentingnya dan sama berharganya dengan kegiatan organisasi. Jadi, fokusnya adalah kepada kegiatan bagaimana usaha untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan kinerja dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Untuk mencapai itu perlu diubah cara bekerja sama dan bagaimana melihat atau meninjau kinerja itu sendiri. Dengan demikian, pimpinan dan karyawan yang bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan evaluasi kinerja harus pula dievaluasi secara periodik.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa prinsip dasar evaluasi kinerja sebagai berikut:
  1. Fokusnya adalah membina kekuatan untuk menyelesaikan setiap persoalan yang timbul dalam pelaksanaan evaluasi kinerja. Jadi bukan semata-mata menyelesaikan persoalan itu sendiri, namun pimpinan dan karyawan mampu menyelesaikan persoalannya dengan baik setiap saat, setiap ada persoalan baru. Jadi yang penting adalah kemampuannya.
  2. Selalu didasarkan atas suatu pertemuan pendapat, misalnya dari hasil diskusi antara karyawan dengan penyelia langsung, suatu diskusi yang konstruktif untuk mencari jalan yang terbaik dalam meningkatkan mutu dan baku yang tinggi.
  3. Suatu proses manajemen yang alami, jangan merasa dan menimbulkan kesan terpaksa, namun dimasukkan secara sadar ke dalam corporate planning, dilakukan secara periodik, terarah dan terprogram, bukan kegiatan yang hanya setahun sekali atau kegiatan yang dilakukan jika manajer ingat saja.

      1. MANAJEMEN KINERJA

Manajemen Kinerja menurut Ahmad S. Ruky (2002: 6) adalah suatu bentuk usaha kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi atau perusahaan untuk mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan. Sedangkan Robert Bacal (2004) mendefinisikan bahwa Manajemen Kinerja adalah suatu proses komunikasi yang terus menerus, dilakukan dalam kerangka kerjasama antara seorang karyawan dan atasannya langsung, yang melibatkan penetapan pengharapan dan pengertian tentang fungsi kerja karyawan yang paling dasar, bagaimana pekerjaan karyawan memberikan konstribusi pada sasaran organisasi, makna dalam arti konkret untuk melakukan pekerjaan dengan baik, bagaimana prestasi kerja akan diukur, rintangan yang mengganggu kinerja dan cara untuk meminimalkan atau melenyapkan.

Manajemen kinerja merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap pencapaian kinerja dan dikomunikasikan secara terus-menerus oleh pimpinan kepada karyawan, antara karyawan dengan atasannya langsung.
Dengan asumsi membangun harapan:
  1. Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para pegawai.
  2. Seberapa besar melakukan pekerjaan pegawai bagi pencapaian tujuan organisasi.
  3. Apa arti konkret melakukan pekerjaan dengan baik.
  4. Bagaimana karyawan dan atasannya langsung bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang.
  5. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.
  6. Mengenai berbagai hambatan kinerja dan menyingkirkannya.

Tujuan pelaksanaan manajemen kinerja bagi pimpinan dan manajer adalah:
  1. Mengurangi keterlibatan dalam semua hal.
  2. Menghemat waktu, karena para pegawai dapat mengambil berbagai keputusan sendiri dengan memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan serta pemahaman yang diperlukan untuk mengambil keputusan yang benar.
  3. Adanya kesatuan pendapat dan mengurangi kesalahpahaman diantara pegawai tentang siapa yang mengerjakan dan siapa yang bertanggung jawab.
  4. Mengurangi frekuensi situasi dimana atasan tidak memiliki informasi pada saat dibutuhkan.
  5. Pegawai mampu memperbaiki kesalahannya dan mengidentifikasikan sebab-sebab terjadinya kesalahan ataupun inefesiensi.

Tujuan pelaksanaan manajemen kinerja bagi para pegawai adalah:
  1. Membantu para pegawai untuk mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan dan mengapa hal tersebut harus dikerjakan serta memberikan kewenangan dalam mengambil keputusan.
  2. Memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk mengembangkan keahlian dan kemampuan baru.
  3. Mengenali rintangan-rintangan peningkatan kinerja dan kebutuhan sumber daya yang memadai.
  4. Pegawai memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pekerjaan dan tanggung jawab kerja mereka.

Sistem Peringkat Penilaian Kinerja
  1. Membantu organisasi dalam mengkordinasikan pekerjaan unit-unit kerja dan membantu menyesuaikan pekerjaan perorangan dengan tujuan yang lebih besar.
  2. Membantu mengidentifikasikan kendala-kendala keberhasilan yang mengganggu produktivitas organisasi.
  3. Memberikan cara mendokumentasikan dan mengkomunikasikan hal-hal yang menyangkut kinerja sesuai dengan persyaratan hukum.
  4. Memberikan informasi yang valid, yang dapat dipergunakan untuk penentuan promosi mendiagnosis masalah-masalah yang menyingkirkan kendala sukses perorangan.
  5. Memberikan informasi yang tepat waktu kepada para manajer, sehingga mereka dapat mencegah timbulnya masalah.
  6. Membantu manajer mengkoordinasikan kerja para pegawai yang berada di bawah tanggung jawabnya.
  7. Memberikan umpan balik yang berkala dan berkesinambungan yang dapat meningkatkan motivasi pegawai.
  8. Mencegah terjadinya kesalahan dengan menjelaskan apa yang diharapkan dari kerja dan menanamkan pemahaman serta tingkat kewenangan bersama.
  9. Praktis dan sederhana pelaksanaannya.
  10. Membutuhkan pekerjaan administrasi dan birokrasi yang minimal.
  11. Memenuhi kebutuhan manajer, karyawan dan organisasi.
  12. Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan cukup praktis.

Keuntungan menggunakan sistem evaluasi kinerja sebagai berikut:
  1. Mempermudah hubungan antara tujuan perorangan dan tujuan unit kerja.
  2. Mengurangi kemungkinan terjadinya ketidaksepakatan selama pertemuan evaluasi berjalan sesuai proses perencanaan kinerja.
  3. Lebih memungkinkan menempatkan manajer dan karyawan dipihak yang sama, tidak seperti sistem penilaian maupun peringkat.
  4. Merupakan pendekatan terhadap evaluasi kinerja yang paling mudah dibela secara hukum.

Kerugian dari penggunaan sistem evaluasi kinerja adalah:
  1. Memakan waktu yang relatif banyak, karena perlunya menginvestasikan waktu di muka untuk melakukan perencanaan kinerja.
  2. Meminta manajer dan pegawai mengembangkan keahlian dalam menuliskan tujuan serta standar yang penting dan dapat diukur.
  3. Dapat menimbulkan lebih banyak pekerjaan administrasi ketimbang sistem penilaian maupun sistem peringkat.
  4. Dapat disalahgunakan atau digunakan sambil lalu saja oleh para manajer.

    1. CIRI PIMPINAN/MANJER SDM PROFISIONAL

Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman Yunani kuno dan zaman Roma. Pada waktu itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukannya dibuat. Teori the Great Man menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin la akan menjadi pemimpin apakah ia mempu­nyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin. Contoh dalam sejarah ialah Napoleon. la dikatakan mempunyai kemampuan alamiah sebagai pemimpin, yang dapat menjadikannya sebagai pemimpin besar pada setiap situasi.

Teori "great man" barangkali dapat memberikan arti lebih realistik terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi. Adalah suatu kenyataan yang dapat diterima bahwa sifat-sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan demikian maka perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat. Oleh karena itu sejumlah sifat-sifat seperti fisik, mental, dan kepribadian menjadi pusat perhatian untuk diteliti disekitar tahun-tahun 1930-1950-an. Hasil dari usaha penelitian yang begitu besar pada umumnya dinilai tidak memuaskan. Dari beberapa hal sifat kecerdasan kelihatannya selalu nampak pada setiap penelitian dengan suatu derajat konsistensi yang tinggi. Suatu kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian kepemimpinan tersebut diketahui, bahwa:
  • kecerdasan muncul pada 10 penelitian.
  • inisiatif muncul pada 6 penelitian.
  • keterbukaan dan perasaan humor muncul pada 5 penelitian.
  • entusiasme, kejujuran, simpati, dan kepercayaan pada diri sendiri, muncul pada 4 penelitian.
Ketika dikombinasikan dengan penelitian tentang sifat-sifat fisik, kesimpulannya ialah bahwa pemimpin-pemimpin itu hendaknya harus lebih besar dan cerdas dibandingkan dengan yang dipimpin.

Manakala pendekatan sifat ini diterapkan pada kepemim­pinan organisasi, ternyata hasilnya menjadi gelap, karena banyak para manajer yang menolak. Mereka beranggapan jika manajer mempunyai sifat-sifat pemimpin sebagaimana yang disebutkan dalam hasil penelitian itu maka manajer tersebut dikatakan se­bagai manajer yang berhasil. Padahal keberhasilan manajer tidak selalu ditentukan oleh sifat-sifat tersebut. Tidak ada korelasi sebab akibat dari sifat-sifat yang diamati dalam penelitian dengan keberhasilan seorang manajer.

Menyadari hal seperti ini, bahwa tidak ada korelasi sebab akibat antara sifat dan keberhasilan manajer, maka Keith Davis merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi.
  1. Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian, yang sangat menarik dari penelitian tersebut ialah pe­mimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
  2. Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
  3. Motivosi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk ber­prestasi. Mereka bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.
  4. Siikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya. Dalam istilah penelitian Universitas Ohio pemimpin itu mempunyai per­hatian, dan kalau mengikuti istilah penemuan Michigan, pe­mimpin itu berorientasi pada karyawan bukannya berorientasi pada produksi.

Apa yang disebutkan di atas merupakan salah satu daftar dari sekian daftar sifat-sifat kepemimpinan organisasi yang amat penting. Nampaknya, pendekatan sifat terhadap kepemimpinan sama halnya dengan teori-teori sifat tentang kepribadian, yakni telah memberikan beberapa pandangan yang deskriptif tetapi sedikit analitis atau sedikit mengandung nilai yang prediktif.







DAFTAR PUSTAKA :
  1. H. Hadari Nawawi, Perencanaan SDM, untuk organisasi profit yang kompetitif.
  2. Prof. Dr. Veitzhal Rivai MBA, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktek.
  3. Dr. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
  4. Dr. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia.
  5. Miftah Thoha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya.

No comments:

Post a Comment